B
Berani Menentukan Langkah Awal
Cinta berjalan di hadapan kita dengan mengenakan gaun kelembutan.
Tapi sebagian kita lari
darinya dalam ketakutan, atau bersembunyi dalam kegelapan.
Dan sebagian yang lain mengikutinya untuk melakukan kejahatan atas
nama cinta.
(Kahil Gibran)
Sahabatku fillah….
Langkah Awal untuk Menentukan Tujuan Kehidupan adalah Mengetahui
darimanakah Kita Bermula
Man Ana? “Siapakah
Aku?” Pernahkan kita bertanya
seperti itu dalam hati? atau selama ini tidak pernah menanyakannya pada diri
sendiri bahkan tidak pernah menyadari “siapakah aku?”. Jika kita menyadari
dengan sepenuh hati, memaknai pertanyaan sederhana tersebut, akan menjadi
renungan mendalam untuk menjawabnya. Memang mudah menjawab jika hanya jawaban
biasa yang diberikan. Ketika ditanya
“siapakah aku?” dengan percaya diri kita akan menjawab “Aku Manusia”. Yah..
memang benar, aku, kau, kita dan juga
mereka adalah manusia. Hanya saja yang membedakan adalah manusia seperti apa
diri kita? apakah seorang manusia yang menjadi ‘Abid Allah, ataukah
termasuk kedalam golongan manusia yang diumpakan dengan hewan ternak?.
Manusia itu mahkluk yang
unik, dengan segala kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Berbagai potensi
yang dianugrahkan Allah. Jika kita
merasa diri ini adalah seorang manusia dan ingin dipandang sebagai manusia yang
bertakwa dihadapan-Nya sudah selayaknya bagi kita untuk memantaskan diri
menjadi hamba-Nya. Keistimewaan proses
penciptaan manusia adalah ia mengalami
empat tahapan proses dalam kehidupannya.
“…tadinya kamu mati, lalu Allah menghidupkanmu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah:28)
Sebuah tahapan yang sangat
jelas bahwa akhirnya kita akan
dihidupkan kembali dalam keabadian. Sebuah kehidupan yang abadi ditentukan
dengan kehidupan fana yang sekarang kita jalani.
Detik ini kita
sedang menjalani kehidupan yang pertama, kehidupan yang akan menentukan titik kembali kita. Seperti langkah pertama
yang akan menetukan langkah selanjutnya, begitupun dengan kehidupan kita saat
ini, yakni sebuah kehidupan pertama di dunia yang akan menetukan tahap
kehidupan yang kedua. Penciptaan manusia yang begitu istimewa digambarkan
Allah, dalam kalam cinta-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang. Lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik”. (QS. Al-Mu’minun:14)
Masya Allah, begitu indah cara Allah
dalam penciptaan mahkluk-Nya dengan segala keajaiban yang nyata. Awal sebuah
kehidupan manusia yang diawali dari air tiada
arti jika tidak ada ketetapan-Nya, seharusnya menjadi renungan diri ini untuk
tidak pernah menyombongkan diri di hadapan Allah Swt. Apa yang bisa kita
banggakan dihadapan manusia terlebih dihadapan Allah? tidak ada! Ingat kita hanya berasal dari saripati air
mani.
Ketika kita telah
menyadari kehinaan jiwa ini, sekarang waktunya untuk menentukan tujuan hidup
kita walaupun hanya berawal dari setetes air kehinaan, tidak ada alasan untuk
kita lalai dalam kehidupan yang
menjadikan diri ini kembali hina diakhir kehidupan. Jadikan akhir hidup ini penuh dengan kemuliaan.
“Jika berawal dari kehinaan maka kembalikan dengan kemuliaan”
Selain merenungkan
awal penciptaan adanya diri kita, kejadian lain seorang manusia didalam rahim adalah suatu peristiwa
sangat penting yang harus kita tahu dan menyadari dengan kesadaran saat
ini, kejadian pengambilan “sebuah janji
setia”, antara ruh manusia dengan Rabb-nya.
Melalui kalam cinta-Nya sebagai pencipta, Dia mengingatkan semua
peristiwa yang telah terjadi, yang sedang terjadi dengan segala solusinya dan
sebuah kejadian yang akan terjadi pada kita disuatu hari nanti. Terjagalah kemurniaan
Alquran sebagai cahaya penerang alam semesta.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi (tulang belakang) mereka dan Allah mengambil perjanjian
(Syahadat) terhadap roh mereka (seraya
berfirman). “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul Engkau tuhan
kami, kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari Kiamat kamu
tidak mengatakan. “Sesungguhnya ketika itu Kami lengah terhadap ini.” (QS.
Al-A’raf:172)
Ingatkah kita akan perjanjian itu sahabatku? Perjanjian agung
antara roh setiap anak cucu adam dengan Allah, pengakuan sebagai Rabb-nya.
Sebuah perjanjian yang menyatakan ketunduk-patuhan dalam menjalani kehidupan
setelah berakhirnya masa dialam roh ini. Akh, semua itu sungguh
terlupakan. Terlupakan karena banyak hal lain yang menjadi prioritas untuk
diingat yah? Seperti pelangi yang indah kian memudar seiring mentari
yang akan hadir. Kemudian perjajian itu dikenal dengan nama “Syahadat
Rubbubiyyah”. Yakni sebuah
perjanjian yang dilakukan langsung antara roh manusia dengan Rabb-nya. Semua Bani
Adam dalam alam roh pernah melewati sebuah perjanian ini. Tidak melihat apakah
ia dikandung dalam rahim seorang ibu yang
beragama Islam, Hindu, Budha, bahkan seorang ibu yang Atheis sekalipun.
Sebuah fitrah tetaplah sebuah fitrah. Hal tersebut bukan untuk dijadikan alasan kita mengingkari perjanjian
itu. Karena Allah menjaga Alquran sebagai Firman-Nya yang akan menjadi
pengingat manusia, pedoman kehidupan, dan sebagai bahan untuk berfikir.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar